Selasa, 10 Februari 2015

Kebijakan Fiskal



KEBIJAKAN FISKAL
1.      Definisi dan Pengertian
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara mengubah – ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi, kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijakan moneter. Perbedaannya terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar, maka dalam kebijakan fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara optimal. Kebijakan fiskal sangat berhubungan dengan pemasukan atau pendapatan negara, diantara pendapatan negara antara lain misalnya : bea dan cukai, devisa negara, pariwisata, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, impor, dan lain-lain. Sedangkan untuk pengeluaran negara misalnya : belanja persenjataan , pesawat, proyek pemerintah, pembangunan sarana dan prasarana umum, atau program lain yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, memang keduanya sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
a.      Pajak
Memberikan perhatian yang cukup besar tentangkonsep pajak. Tujuannya adalah untuk memperdalam pemahaman tentang kebijakan fiskal dan pengaruhnya terhadap keseimbangan perekonomian. Secara hukum, pajak dapat didefinisikan sebagai iuran wajib kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal (berdasarkan undang – undang), sehingga pemerintah mempunyai kekuatan hukum (misalnya denda atau kurungan penjara) untuk menindak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya.
Secara ekonomi, pajak dapat didefinisikan sebagai pemindahan sumber daya yang ada disektor rumah tanggadan perusahaan (dunia usaha) ke sektor pemerintah melalui mekanisme pemungutan tanpa wajib memberi balas jasa langsung. Dari definisinya, pajak yang nilainya positif akan menyebabkan pendapatan riil makin rendah atau harga makin mahal. Tetapi jika nilainya negatif (subsidi), pajak akan meningkat pendapatan rill atau menyebabkan harga output atau input menjadi lebih murah.
Fungsi pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
Ø  Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.

Ø  Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Ø  Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Ø  Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
1)      Kasifikasi Pajak
Ada beberapa pengklasifikasian pajak, yang  dapat dibagi berdasarkan golongan, sifat, dan lembaga pemungut.
Klasifikasi pajak berdasarkan golongan :
a)      Pajak Langsung : pajak yang beban pajaknya tidak dapat di geser kepada wajib pihak yang lain (no tax incidence). Contohnya adalah pajak penghasilan (PPh).
b)      Pajak Tidak Langsung : pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada wajib pajak yang lain (tax incidence). Contohnya adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Pajak ini disebut sebagai pajak tidak langsung, sebab jika yang dikenakan pajak adalah produsen, maka produsen dapat menggeser sebagian atau seluruh beban pajaknya kepada konsumen, atau sebaliknya.
Klasifikasi pajak berdasarkan sifat :
a)      Pajak Subjektif : pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Salah satu indikator yang di gunakan adalah pendapatan. Apbila pendapatan makin besar, maka beban pajaknya makin besar. Tetapi bila pendapatan seseorang masih di bawah pendapatan tidak kena pajak, maka orang tersebut tidak perlu membayar pajak pendapatan atau pajak penghasilan (PPh).
b)      Pajak Objektif : pajak yang dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak. Misalnya, pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan kepada mereka yang membeli barang dan jasa kena pajak.
Klasifikasi pajak berdasarkan lembaga pemungut :
a)      Pajak daerah : pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah. Contohnya adalah : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
b)      Pajak pusat : pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Contohnya adalah : Pajak Penghasilan (UU No. 36 Tahun 2008), Pajak Pertambahan Nilai (UU No. 42 Tahun 2009), Bea Meterai (UU No.13 Tahun 1985), Bea Masuk atau Kepabeanan (UU No. 17 Tahun 2006), dan Cukai (UU No.39 Tahun 2007).
2)      Tarip Pajak
Salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi wajib pajak adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak. Besarnya tarif dalam undang-undang pajak tidak selalu ditentukan secara nilai persentase tetapi bisa dengan nilai nominal, seperti diuraikan di bawah ini.
a)      Pajak Nominal : pajak yang pengenaannya berdasar sejumlah nilai nominal tertentu. Notasi untuk pajak nominal adalah T. Misalnya, bila pengenaan pajak pendapatan sebesar 50, maka ditulis T = 50.
b)      Pajak Persentase : beban pajaknya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari pasar pengenaan pajak. Notasi untuk pajak persentase adalah t. Pajak persentase dapat dibedakan menjadi pajak proporsional, progresif dan regresif.
·         Pajak Proporsional (sebanding) : tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh:
1. Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tarif 10%
Jumlah Penjualan Tarif
Rp. 500.000,- 10%
Rp. 1.000.000,- 10%
Rp. 5.000.000,- 10%
Rp. 10.000.000,- 10%
2. Untuk PBB mengunakan tarif 0.5%
3.Untuk BPHTB menggunakan tarif 5%
·         Pajak progresif (meningkat) : tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.
Contoh:
Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000 10%
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000 15%
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 200.000.000 25%
Di atas Rp. 200.000.000 35%
·         Pajak Regresif (menurun) : tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil, tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar. Tarif ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan perpajakan.
Contoh:
Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp. 50.000.000 25%
Di atas Rp. 50.000.000 15%.


2.      Pengaruh Pajak Terhadap Pendapatan dan Konsumsi
Dengan tetap mempertahankan asumsi bahwa pengeluaran investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G) bersifat otonomus, maka pajak akan mempengaruhi pengeluaran konsumsi melalui pengaruhnya terhadap fungsi konsumsi.
a. Pajak Nominal
Pajak nominal, pertama kali mempengaruhi pendapatan disposabel. Jika pendapatan adalah Y dan pajak nominal adalah T, maka pendapatan disposabel:
Yd = Y – T
fungsi konsumsi menurut model keynes adalah:
C = C0 + bYd
Dengan adanya pajak nominal, maka Yd = Y – T, sehingga fungsi konsumsi menjadi :
             C = C0 + bYd
                = C0 + b(Y-T)
                = C0 + bY- bT
                = C0 – bT + bY
b. Pajak Proporsional
Jika pajak penghasilan yang dikenakan adalah proporsional (t), maka pendapatan disposabel menjadi:
Yd = Y – tY = Y(1 – t)
akibat fungsi konsumsi berubah menjadi:
C = C0 + bYd = C0 + b {Y(1-t)}
   = C0 + bY – btY = C0 + (b-bt)Y

 daftar pustaka
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
http://elhasani.blogspot.com/2008/11/tarif-pajak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar