KEBIJAKAN FISKAL
1.
Definisi
dan Pengertian
Kebijakan
fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah untuk mengelola atau
mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara
mengubah – ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi, kebijakan fiskal
mempunyai tujuan yang sama persis dengan kebijakan moneter. Perbedaannya
terletak pada instrumen kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter pemerintah
mengendalikan jumlah uang beredar, maka dalam kebijakan fiskal pemerintah
mengendalikan penerimaan dan pengeluarannya.
Kebijakan
fiskal bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara optimal. Kebijakan fiskal sangat berhubungan dengan
pemasukan atau pendapatan negara, diantara pendapatan negara antara lain
misalnya : bea dan cukai, devisa negara, pariwisata, pajak penghasilan, pajak
bumi dan bangunan, impor, dan lain-lain. Sedangkan untuk pengeluaran negara
misalnya : belanja persenjataan , pesawat, proyek pemerintah, pembangunan
sarana dan prasarana umum, atau program lain yang berkaitan dengan
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, memang
keduanya sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
a.
Pajak
Memberikan
perhatian yang cukup besar tentangkonsep pajak. Tujuannya adalah untuk
memperdalam pemahaman tentang kebijakan fiskal dan pengaruhnya terhadap
keseimbangan perekonomian. Secara hukum, pajak dapat didefinisikan sebagai
iuran wajib kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal (berdasarkan
undang – undang), sehingga pemerintah mempunyai kekuatan hukum (misalnya denda
atau kurungan penjara) untuk menindak wajib pajak yang tidak memenuhi
kewajibannya.
Secara
ekonomi, pajak dapat didefinisikan sebagai pemindahan sumber daya yang ada
disektor rumah tanggadan perusahaan (dunia usaha) ke sektor pemerintah melalui
mekanisme pemungutan tanpa wajib memberi balas jasa langsung. Dari definisinya,
pajak yang nilainya positif akan menyebabkan pendapatan riil makin rendah atau
harga makin mahal. Tetapi jika nilainya negatif (subsidi), pajak akan meningkat
pendapatan rill atau menyebabkan harga output atau input menjadi lebih murah.
Fungsi
pajak
Pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di
dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara
untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan
hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
Ø Fungsi
anggaran (budgetair)
Sebagai
sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh
dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin
seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini
dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan
yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
Ø Fungsi
mengatur (regulerend)
Pemerintah
bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi
mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya
dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri,
diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi
produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk
luar negeri.
Ø Fungsi
stabilitas
Dengan
adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang
berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal
ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Ø Fungsi
redistribusi pendapatan
Pajak
yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua
kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat
membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat.
1)
Kasifikasi
Pajak
Ada
beberapa pengklasifikasian pajak, yang
dapat dibagi berdasarkan golongan, sifat, dan lembaga pemungut.
Klasifikasi
pajak berdasarkan golongan :
a) Pajak
Langsung : pajak yang beban pajaknya tidak dapat di geser kepada wajib pihak
yang lain (no tax incidence). Contohnya adalah pajak penghasilan (PPh).
b) Pajak
Tidak Langsung : pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada wajib pajak
yang lain (tax incidence). Contohnya adalah pajak pertambahan nilai (PPN).
Pajak ini disebut sebagai pajak tidak langsung, sebab jika yang dikenakan pajak
adalah produsen, maka produsen dapat menggeser sebagian atau seluruh beban
pajaknya kepada konsumen, atau sebaliknya.
Klasifikasi
pajak berdasarkan sifat :
a) Pajak
Subjektif : pajak yang dipungut dengan melihat kemampuan wajib pajak. Salah
satu indikator yang di gunakan adalah pendapatan. Apbila pendapatan makin
besar, maka beban pajaknya makin besar. Tetapi bila pendapatan seseorang masih
di bawah pendapatan tidak kena pajak, maka orang tersebut tidak perlu membayar
pajak pendapatan atau pajak penghasilan (PPh).
b) Pajak
Objektif : pajak yang dikenakan berdasarkan aktivitas ekonomi para wajib pajak.
Misalnya, pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan kepada mereka yang membeli
barang dan jasa kena pajak.
Klasifikasi pajak
berdasarkan lembaga pemungut :
a) Pajak
daerah : pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran daerah.
Contohnya adalah : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor,
Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Bumi
dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan, dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB).
b)
Pajak pusat : pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran
negara. Contohnya adalah : Pajak Penghasilan (UU No. 36 Tahun 2008), Pajak
Pertambahan Nilai (UU No. 42 Tahun 2009), Bea Meterai (UU No.13 Tahun 1985),
Bea Masuk atau Kepabeanan (UU No. 17 Tahun 2006), dan Cukai (UU No.39 Tahun
2007).
2)
Tarip
Pajak
Salah satu
unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi wajib pajak
adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak.
Besarnya tarif dalam undang-undang pajak tidak selalu ditentukan secara nilai
persentase tetapi bisa dengan nilai nominal, seperti diuraikan di bawah ini.
a) Pajak
Nominal : pajak yang pengenaannya berdasar sejumlah nilai nominal tertentu.
Notasi untuk pajak nominal adalah T. Misalnya,
bila pengenaan pajak pendapatan sebesar 50, maka ditulis T = 50.
b) Pajak
Persentase : beban pajaknya ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari
pasar pengenaan pajak. Notasi untuk pajak persentase adalah t. Pajak persentase dapat dibedakan menjadi
pajak proporsional, progresif dan regresif.
·
Pajak Proporsional
(sebanding) : tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase
tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Dengan
demikian semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan
semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar).
Contoh:
1. Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tarif 10%
1. Untuk PPN terhadap barang kena pajak dikenakan tarif 10%
Jumlah
Penjualan Tarif
Rp.
500.000,- 10%
Rp.
1.000.000,- 10%
Rp.
5.000.000,- 10%
Rp.
10.000.000,- 10%
2. Untuk PBB
mengunakan tarif 0.5%
3.Untuk
BPHTB menggunakan tarif 5%
·
Pajak progresif (meningkat) : tarif
pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan
dasar pengenaan pajak juga semakin besar.
Contoh:
Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%
Untuk penghasilan s/d Rp. 25.000.000 5%
Di atas Rp. 25.000.000 s/d Rp.
50.000.000 10%
Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp.
100.000.000 15%
Di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp.
200.000.000 25%
Di atas Rp. 200.000.000 35%
·
Pajak Regresif (menurun) : tarif
pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan
dasar pengenaan pajak semakin besar. Sekalipun persentasenya semakin kecil,
tidak berarti jumlah pajak yang terutang menjadi kecil, tetapi bisa menjadi
besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.
Tarif ini tidak pernah dipergunakan dalam praktik perundang-undangan
perpajakan.
Contoh:
Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%
Untuk penghasilan s/d Rp. 10.000.000 30%
Di atas Rp. 10.000.000 s/d Rp.
50.000.000 25%
Di atas Rp. 50.000.000 15%.
2.
Pengaruh Pajak Terhadap Pendapatan
dan Konsumsi
Dengan tetap mempertahankan asumsi
bahwa pengeluaran investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G) bersifat
otonomus, maka pajak akan mempengaruhi pengeluaran konsumsi melalui pengaruhnya
terhadap fungsi konsumsi.
a. Pajak Nominal
Pajak nominal, pertama kali
mempengaruhi pendapatan disposabel. Jika pendapatan adalah Y dan pajak nominal
adalah T, maka pendapatan disposabel:
Yd = Y – T
fungsi konsumsi menurut model keynes adalah:
C = C0 + bYd
Dengan adanya pajak nominal, maka Yd = Y – T, sehingga
fungsi konsumsi menjadi :
C = C0 + bYd
= C0 + b(Y-T)
= C0 + bY- bT
= C0 – bT + bY
b. Pajak Proporsional
Jika pajak penghasilan yang
dikenakan adalah proporsional (t), maka pendapatan disposabel menjadi:
Yd = Y – tY = Y(1 – t)
akibat fungsi konsumsi berubah menjadi:
C = C0 + bYd = C0 + b {Y(1-t)}
= C0 + bY – btY = C0 + (b-bt)Y
daftar pustaka
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung. 2008. Pengantar
Ilmu Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
http://elhasani.blogspot.com/2008/11/tarif-pajak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar